Krisis Global dan Pengembangan Ekonomi Lokal
Krisis Global dan Pengembangan Ekonomi Lokal : PADA acara Dialog yang diadakan oleh KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) Majelis Wilayah Lampung, dimana membicarakan tentang krisis global saat ini, dapat ditangkap beberapa hal yang menjadi catatan penting. Pertemuan tersebut memberikan wacana yang cukup menarik tentang sebab akibat yang terjadi di dalamnya.
Persoalan yang timbul dan melahirkan wacana tentang krisis global tersebut adalah dampak yang diperoleh dan dirasakan oleh para petani saat ini. Dimana anjloknya harga-harga produksi pertanian yang berbanding terbalik dengan krisis sebelumnya. Pada krisis yang terjadi pada tahun 1997 yang lalu, para petani justru diuntungkan dengan harga jual yang cukup tinggi.
Salah seorang anggota KAHMI mengungkapkan bahwa krisis yang terjadi saat ini lebih disebabkan oleh kecenderungan kapitalisme modern yang berpedoman pada Ekonomi Spekulatif. Atau dengan kata lain bahwa saat ini dunia global sedang asyik bergurau dengan Ekonomi Maya dan tidak memberikan pondasi yang kuat pada Sektor Riil.
Ekonomi Spekulatif tersebut dapat kita saksikan dengan maraknya financial game pada bursa-bursa saham dan wilayah lainnya. Pola seperti ini juga sebenarnya yang menyebabkan krisis moneter pada tahun 1997-1998, yang dapat kita telusuri dan telah berkali-kali diungkapkan para ekonom baik dari dalam maupun luar negeri.
Untuk flash back pada krisis 1997-1998 disebabkan oleh besarnya pinjaman luar negeri yang berjangka pendek dan berbunga besar namun digunakan untuk investasi jangka panjang. Invesatasi jangka panjang tersebut tidak begitu berjalan secara optimal dan para pelaku pasar cenderung asyik pada financial game.
Yang menjadi catatan pada krisis global saat ini adalah imbasnya yang sampai kepada Negara Indonesia yang sedang bangkit dari krisis sebelumnya. Sehinga krisis tersebut bukan hanya Krisis Amerika Serikat semata namun juga krisis dunia. Banyaknya tujuan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat adalah salah satu faktor terkenanya imbas para petani lokal.
Begitu kuatnya kapitalisme yang didasarkan pada ekonomi spekulatif ternyata terlihat secara kasat mata. Namun memiliki gape yang cukup besar dengan nilai nyata yang terkandung sebenarnya. Kondisi tersebut setidaknya menjadi pelajaran bagi negara-negara di dunia tentang pengembangan ekonominya. Begitu kuatnya ekonomi pasar yang selama ini dikagumi telah menunjukkan ciri-ciri kehancurannya.
Pengembangan sektor riil menjadi prioritas utama untuk mengembangkan ekonomi lokal. Penguatan pada ekonomi lokal adalah penguatan kepada ekonomi karakyatan. Dimana kekuatan yang ada saat ini, baik dari pemerintah, masyarakat dan pengusaha, memfokuskan pada kebijakan yang pro rakyat.
Pada acara KAHMI tersebut diungkapkan bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk mengembangkan kebijakan yang pro rakyat tersebut. Untuk menjalankan kebijakan pro rakyat adalah mengupayakan APBD/N yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Jadi cost yang dikeluarkan untuk belanja daerah saat ini banyak yang tidak tepat sasaran dan tidak memiliki kekuatan untuk melakukan rekayasa peningkatan pendapatan masyarakat.
Upaya tersebut dilakukan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana yang dinyatakan sejahtera adalah ketika masyarakat memiliki pendapatan yang tinggi dan meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat.
Saat ini dalam mengembangkan ekonomi lokal butuh campur tangan pemerintah terutama penyaluran dana, tenaga ahli dan sektor pendukung lainnya. Pengembangan ekonomi lokal adalah dengan memfokuskan kekuatan baik pada satu sektor dan mengembakan faktor produksi turunan dari satu sektor komoditi. Atau dengan bahasa lainnya adalah dengan memperhatikan pohon industri setiap komiditas yang akan dikembangkan.
Salah seorang dosen senior Fakultas Ekonomi Unila pernah mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan ekonomi lokal Lampung sebetulnya terbuka jalan yang lebar. Apalagi dapat disaksikan bahwa Lampung yang dekat dengan Jakarta, pusat ibukota yang memiliki pangsa pasar yang cukup menjanjikan. Misalnya saja dengan mengembangkan ternak sapi. Jakarta membutuhkan daging sapi yang cukup besar. Namun Lampung tidak mampu untuk berdiri sebagai pemasok daging sapi untuk Jakarta. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman potensi yang dimiliki dan diabaikannya produksi-produksi turunan yang dapat dikembangkan.
Sebagai upaya untuk penguatan pada ekonomi lokal adalah dengan pengembangan sektor riil. Jadi tidak menitik beratkan pada penguatan dan upaya lainnya dengan ekonomi spekulatif yang cenderung berbahaya. Penguasaan pada pasar domestik lebih memberikan makna yang sesungguhnya.
Jangankan untuk menguasai pangsa pasar dunia, untuk menguasai pangsa pasar domestik saja rasanya susah dan kalah bersaing dengan produk impor. Setidaknya teori peraih Nobel Ekonomi 2008, Paul Krugman, sangat berlaku di sini. Dimana saat ini hampir semua negara mampu memproduksi barang yang sama.
Kenapa petani menjerit ketika impor beras Vietnam merajalela waktu itu. Kenapa mesti Australia yang mampu memasok daging sapi untuk Indonesia, kenapa bukan daging sapi dalam negeri yang lebih mampu bersaing. Mengapa justru sawit dan karet Indonesia kalah dengan Malaysia, kenapa kualitas produksi kopi kita tidak menjadi kopi yang nomor satu di dunia?
Kemungkinan terbesar dari semua kekurangan-kekurangan ini adalah kurangnya perhatian kita terhadap peningkatan kualitas baik domestik maupun luar negeri. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat kelas dua, bukan kelas satu. Sebab lebih percaya dengan nama dan bau produk luar negeri dan mengakui bahwa produk mereka memang layak untuk diberikan label nomor satu. Atau sebaliknya produk kualitas terbaik dilempar ke luar negeri, untuk mereka yang kelas satu. Sedangkan untuk konsumsi dalam negeri (pangsa pasar domestik) diberikan dengan kualitas lebih rendah.
Mengapa kita tidak memberikan kepada masyarakat sesuatu yang kelas satu, kualitas produksi pangsa pasar domestik kita berikan sama dengan kualitas yang diekspor. Artinya disini disamping krisis global yang menerpa terdapat krisis lokal yang telah terjangkit lama. Yakni anggapan bahwa untuk lokal kualitasnya adalah kualitas nomor dua, Masyarakat Indonesia tidak layak untuk mengkonsumsi kelas satu.
Untuk itu, penguatan daya saing sektor-sektor produksi mesti lebih di tingkatkan dengan pemberdayaan yang lebih intensif. Pemberdayaan UMK saat ini penuh dengan intrik dan bercampur dengan politik, sehingga sangat bertabrakan jika berbicara masalah yang betul-betul pemberdayaan.
Tingkat pragmatisme dan kecenderungan kepada yang instan menjadi pola dalam pengembangan ekonomi kita, baik sekala lokal daerah maupun nasional. Perlu penguatan basis baik dari segi konsep, teknis dan implementasi di lapangan yang tidak menyimpang.
Pada akhirnya, Ekonomi Syariah menjadi tawaran untuk menyelesaikan masalah yang kompleks tersebut. Kita tunggu, apakah Ekonomi Syariah akan memberikan jawaban atas krisis yang sedang terjadi. Apakah ia sebagai solusi atau masalah baru yang akan segera muncul. Wallahualam
* Tulisan ini dibuat tahun 2008, terinspirasi dari diskusi dan Halal bihalal KAHMI Wilayah Lampung yang mana pada saat itu krisis global sedang melanda dunia.