Breaking News

Besar Pasak Dari Pada Tiang

Besar Pasak Dari Pada Tiang, mungkin pepatah itul sangat cocok untuk kontemplasi hari ini. Temen gw bilang, orang yang masuk ketegori itulah orang-orang yang merugi. Artinya memang besar dampak yang akan sampai ketika kita tidak mampu untuk mengendalikan pengeluaran-pengeluaran tersebut tetapi tidak diimbangi pula dengan pemasukan-pemasukan yang cukup.

Ya itung-itung sebagai pembelajaran bagi bujangan seperti gw yang harus pandai-pandai mengelola keuangannya. Karena sebagai bujangan banyak sekali godaan yang berkelebat dibenak ini. Mau beli inilah, mau beli itulah, pokoknya banyak maunya tapi tidak diimbangi dengan pemasukan uang saku yang ada.. huftt… menyebalkan…


Kalau sudah ingin, rasanya lupa kalau yang kita inginkan itu bukan kebutuhan. Karena kebutuhanlah yang sangat mendesak untuk dipenuhi. Kadang kala kita kesusahan untuk membedakan mana yang kebutuhan dan mana yang keinginan. Justru gw rasa inilah jebakan-jebakan yang berujung kepada besar pasak dari pada tiang. Kalau sudah begitu siapa yang susah? Ya diri kita sendiri. Bukan orang lain, tetangga apalagi Presiden yang jauh disana. Stop..!! gw rasa ga perlulah menyalahkan orang ini dan orang itu, yang salah itu diri sendiri yang ga bisa memanege keuangannya. Betulkan? Betul ga? Pokoknya harus setuju… hehehehe…

Ada jebakan lain yang lebih ampuh dan membuat keblinger di kemudian hari, yakni salah dalam menentukan antara aset dan liabilitis. Karena terkadang apa yang kita anggap sebagai aset justru itulah liabilitis yang akan terus menerus mengeluarkan cost yang besar. Sehingga sesuatu yang kita anggap produktif tersebut justru menjadi beban yang sangat tidak produktif.

Ia menjadi beban yang terus bertumpuk dan tanpa adanya income. Manakala aset tersebut tidak pernah digunakan untuk memproduksi jadialah ia liabilitis yang menyebalkan. Sekecil apapun itu liabilitis jika dalam kurun waktu yang lama maka akan semakin bertumpuk dan menjadi beban yang besar juga pada akhirnya.
Ini bukan main-main atau terlalu perhitungan tapi inilah jaman sekarang, yang berbeda dengan jaman dahulu.

Jaman sekarang jika kita tidak mampu membedakannya maka kita akan semakin ketinggalan dan termakan olehnya. Pada jaman dahulu kala mungkin orang-orang tidak terlalu merisaukannya. Karena tanpa melakukan sesuatupun toh alam sudah berproduksi sendiri dengan kekayaannya. Dan ternyata seiring dengan perkembangan jaman dan bertambahnya kuantitas manusia justru potensi-potensi alam tersebut menjadi terbatas ditengah-tengah kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Untuk itu dituntutlah manusia agar tidak hanya berpangku tangan dengan alam untuk berproduksi. Tetapi manusia harus proaktif dalam produksi.

Setiap hari kita dituntut untuk memproduksi produk-produk untuk memenuhi kebutuhan manusia yang satu dengan lainnya. Mana kala kita berhenti untuk memproduksi maka semakin tertinggal dan menjadi pasif. Jadilah kita konsumen sejati dan bukan menjadi produsen yang baik hati.

Menurut pandangan saya bagaimana caranya kita mengubah posisi dari konsumen yang pasif menjadi konsumen yang aktif. Artinya sesuatu yang kita konsumsi tersebut digunakan untuk biaya produksi. Biaya produksi itulah konsumsi yang produktif dan itulah yang disebut dengan aset. Ia tidak hanya berperan sebagai barang yang dinikmati tapi tak menghasilkan output yang berhenti pada output itu saja tetapi ia menghasilkan output yang memiliki outcome, benefit dan impact. Dari gambaran tersebut terlihat bahwa aset adalah kekayaan yang kita miliki untuk terus melahirkan kekayaan-kekayaan lainnya. Ibarat pemilik kendaraan umum yang membeli kendaraan untuk menjalankan kendaraannya agar bisa menghasilkan uang pada hari ini dan seterusnya.

Ya ini hanya pandangan saya saja, setidaknya sebagai sarana untuk mengingatkan diri ini bahwa berfoya-foya dan berlebih-lebihan adalah sebuah perbuatan yang tidak bermanfaat. Mungkin saja apa yang kita miliki saat ini dapat bermanfaat untuk di kemudian hari, banyak orang lain yang lebih membutuhkan dibandingan kita seorang diri.

Mengelola keuangan bukan saja tugas dari seorang ibu rumah tangga, kepala rumah tangga, kepala keuangan perusahaan, para manajer-manajer perbankan tetapi itu tugas setiap individu yang tak terbatas oleh gender dan kasta. Semua membutuhkan manajemen untuk mengelola keuangannya. Banyak diatara teman-teman gw yang mampu mengelola keuangannya justru karena sudah dididik dari kecilnya. Dan bahkan banyak dari mereka yang memiliki tabungan yang cukup pada masa SD, SMP, SMA sampai dengan sekarang. Sangat kontras dengan gw yang terlalu lalai dan tidak memikirkan untuk menyisihkan sebagian pendapatan untuk saving. Padahal di Mata Kuliah Makro Ekonomi disebutkan Y=C+S.. Pendapatan = Konsumsi + Tabungan... wah..wah...saatnya berubah...Semoga bermanfaat..

Bandar Lampung, 3 Februari 2010