MENGKRITISI KEMBALI BUMEI TUWAH BEPADAN
MENGKRITISI KEMBALI BUMEI TUWAH BEPADAN : Saya secara pribadi sangat gembira sekali ketika pemerintah Kab. Lampung Timur mendengarkan dan mau memberikan respon terhadap keluhan dan aspirasi masyarakatnya. Ini menandakan bahwa, pembangunan bukan hanya terletak pada pembanguna secara fisik di suatu daerah. Tetapi pembangunan juga terletak pada pembangunan mental dan pengetahuan masyarakatnya. Artinya demokratisasi di Lampung Timur dapat dikatakan berjalan sesuai dengan yang diinginkan.
Mengenai tanggapan saudara Afdal Faisal yang di muat di harian Lampung Post tanggal 14 Agustus 2008 dengan judul Pencapaian Pembangunan Lampung Timur atas tulisan saya yang berjudul Lampung Timur, Antara Kritik dan Harapan di Harian Lampung Post, 7 Agustus 2008. Saya rasa perlu untuk saya tanggapi kembali. Kemungkinan yang menjadi timbulnya tanggapan ini adalah sebagai upaya untuk memabangun dinamika transparansi, akuntabilitas dan resposifitas di Kabupaten Lampung Timur.
Pertama, masalah transportasi. Bagi saya kondisi sepi atau tidaknya moda transportasi tentu memiliki keterkaitan dan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Karena aktivitas masyarakat modern saat ini didukung oleh teknologi. Sepinya aktifitas transportasi di jalanan memberikan stigma atas sepinya aktivitas masyarakat. Dan sepinya aktifitas masyarakat menandakan kurang aktifnya masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik.
Perhubungan Lampung Dalam Angka 2006 pada BAB 2 potensi dan kondisi sektor perhubungan telah menggambarkan bahwa pengaruh antara transportasi dengan kegiatan ekonomi dan kegiatan lainnya. Karena peran transportasi dalam mendukung kegiatan ekonomi meningkat sejalan dengan pertumbuhan PDRB Lampung dan perubahan struktur ekonomi dimana sektor pertanian lampung tumbuh lebih cepat dari pada sektor industri.
Dan kalaupun masyarakat telah banyak menggunakan kendaraan pribadi atau dalam bahasa saudara Afdal Faisal trendnya cenderung self service tentu jalan-jalan di Lampung Timur tidak akan sepi dengan lalu lalangnya kendaraan justru semakin ramai. Karena jika diasumsikan bus yang dapat mengangkut penumpang misalkan 30 orang. Karena masyarakatnya beralih ke kendaraan pribadi dan dari 30 orang tersebut 10 orang membeli kendaraan pribadi masing-masing 1 buah misalnya, maka jalanan telah bertambah dengan lalu lalangnya kendaraan baru 10 buah.
Artinya, terlihat bahwa penggunaan jalan menggunakan kendaraan telah bertambah. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah Seberapa besar ukurannya dan rasio pengguna transportasi pribadi dan pengguna transportasi umum. Mana yang lebih besar, pengguna transportasi pribadi atau pengguna transportasi umum (tidak memiliki kendaraan pribadi atau masyarakat yang cenderung naik transportasi umum) ?
Kedua, masalah APBD Lampung Timur. Menurut UU No. 35 tahun 2004 kita ketahui bahwa sumber dana dari APBD adalah Dana Perimbangan (Dana bagi hasil, DAU, DAK), PAD dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Seperti yang diungkapkan oleh saudara Afdal Faisal bahwa APBD Lamtim dari tahun ke tahun meningkat dan pada tahun 2008 ini menempati urutan pertama.
Semakin tinggi APBD berarti semakin tinggi penerimaan dan tingkat konsumsi/ belanja Pemkab Lampung Timur. Tetapi apakah tingkat penerimaan dan belanja tersebut telah sebanding dengan kemandirian daerah, efisiensi dan efektifitas aparatur serta pembangunan yang tepat sasaran. Atau justru Kabupaten Lampung Timur memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap dana perimbangan dan seberapa besar derajat desentralisasi yang dimilikinya?
Kajian ini memang membutuhkan data dan memang sulit untuk mendapatkannya. Memang disadari bahwa Lampung Timur memiliki potensi untuk lepas dari ketergantungan kepada pusat, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Emilia Berti terhadap keuangan Kab. Lampung Timur tahun 2000-2004 bahwa rasio ketergantungan Lampung Timur semakin menurun dari tahun ke tahun. Walaupun nilai rata-rata dari rasio ketergantungan tersebut masih tinggi yakni berkisar 134,96% pertahunnya.
Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Kabupaten Lampung Timur tahun 2000-2004 mempunyai rata-rata sebesar 40,39%, sehingga dapat dinyatakan relatif rendah. Hal ini terjadi karena peranan PAD yang sangat kecil atau tidak proporsional dengan TPD yang terus meningkat. (Emelia Berti, 2006 : 67)
Derajat otonomi fiskal adalah untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Dimana nilai itu didapat dari membandingkan antara PAD dengan Total Penerimaan Daerah. Dari kondisi itu akan terukur besarnya kemampuan daerah dalam memberikan kontribusi penerimaan daerah.
Untuk tahun 2005-2008 adalah masa-masa kepemimpinan Bapak Satono. Sayang sekali kurangnya data yang tersedia menyebabkan tulisan ini agak tersendat. Dan ini memang kelemahan dari tulisan saya sebelumnya. Namun membaca beberapa surat kabar yang memberitakan penyampaian LKPj Kepala Daerah terhadap pelaksanaan APBD Lampung Timur tahun 2007, terdapat penyimpangan atau bias antara target dan realisasi PAD 2007.
PAD Lampung Timur tahun 2007 ditargetkan sebesar Rp 19,81 milyar dan realisasinya mencapai Rp 30,35 milyar. Artinya terdapat selisih lebih atau bias sebesar 53%. Hal ini tentu harus dipertanyakan tentang perencanaan yang dilakukan.
Selain unit kerja harus mampu menjelaskan mengapa target tidak tercapai, satuan kerja juga harus mampu menjelaskan mengapa realisasi tercapai demikian tinggi bahkan melebihi target secara signifikan. Suatu perencanaan dianggap baik apabila batas penyimpangannya, baik positif maupun negatif tidak lebih dari 10%. Jika melebihi nilai itu patut dipertanyakan bagaimana perencanaan dilakukan?( Djayasinga, Ferlianty, Murdoko, 2005 : 69 )
Dari tahun ke tahun PAD Lampung Timur memang mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan PAD Lampung Timur dari tahun 2005-2007 rata-rata sebesar 76,32% atau dapat dikatakan sangat baik, walau pada tahun 2005 pertumbuhan tersebut masuk dalam kategori sedang, yakni sebesar 32,95%. Sedangkan untuk penyimpangan PAD tahun 2005 mengalami penyimpangan positif antara realisasi dan target sebesar 3,22%, untuk tahun 2006 mengalami penyimpangan negatif sebesar 7,99%.
Seperti dituliskan bahwa sesuai dengan Perda No. 07 Tahun 2005 tentang RPJM-D Kabupaten Lampung Timur tahun 2005-2010, dengan fokus pembangunan bertahap dan kesinambungan. Dimana tiga tahun terakhir diutamakan pembangunan daerah sampai pedesaan, dengan proporsi 70% untuk pedesaan dan 30% untuk operasional Pemkab.
Salut dengan komitmen tersebut, mudah-mudahan dengan upaya yang berani tersebut dapat mengembangkan ekonomi lokal masyarakat. Disamping itu juga mudah-mudahan komitmen tersebut memberikan stimulan bagi masyarakat Lampung Timur untuk terus bangkit dan menjadi contoh bagi kabupaten lainnya.
Ketiga, masalah sistem informasi daerah. Diera reformasi ini transparansi dan akuntabilitas Pemerintah Daerah menjadi sorotan. Ketersediaan data base Lampung Timur dan informasi lainnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Tentu dengan tersedianya sistem informasi daerah Lampung Timur, masyarakat akan dengan mudah untuk mengaksesnya. Mungkin ini yang menjadi catatan penting bagi Lampung Timur.
Jika kita membandingakan dengan daerah lainnya, maka sebagian telah melaksanakan transparansi bagi pembangunan daerahnya. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya website pemerintah kabupaten. Yang tentu saja dapat digunakan untuk memberikan informasi bagi masyarakat. Begitu juga dengan Kabupaten Lampung Timur, dapat menyediakannya di situs www.lampungtimurkab.go.id bagi masyarakat. Jadi website tersebut tidak hanya tertampang bagian depannya saja (tidak ada isinya) dan tidak bisa untuk mengakses dan melihat kemajuan-kemajuan yang ada.
Dan saya secara pribadi sangat berterima kasih dan berharap atas apresiasi positif yang diberikan oleh Pemkab Lampung Timur terhadap pengembangan pedesaan dan pemberdayaan masyarakatnya. Mudah-mudahan itu semua dapat menyentuh sampai dengan kalangan bawah dan meningkatkan pendapatan para petani Lampung Timur.
Dan saya berikan acungan jempol bagi Lamtim karena ditengah-tengah banyaknya persawahan yang gagal panen (puso) justru Lamtim mengalami surplus beras. Dan mudah-mudahan dapat mengurangi jumlah keluarga fakir miskin tahun 2006 yang berjumlah 797.064 yang ada di Lampung Dalam Angka tahun 2007, dengan jumlah penduduk 929.159 jiwa.
Untuk yang terakhir atau keempat adalah masalah pariwisata, memang potensi dan prospek pengembangan sangat terbuka. Tetapi semuanya butuh penciptaan peluang dan dilakukannya pengembangan. Jika tidak dilakukan pengembangan maka semuanya akan terbengkalai dan hanya tinggal nama. Jadi tidak cukup dengan mengatakan bahwa itu sangat prospek saja tapi butuh pula implementasi pengembangan didalamnya.
Bandar Lampung, 16 Agustus 2008